Jawab Hinaan dengan Karya Nyata

Oleh: Ariyani Purwaningsih

"Iki tulisanmu?! Tulisan sampah ngene iki?! Koyok ngene kok pingin dadi penulis. Ojok ngimpi!" Kata-kata pedas itu dibarengi dengan tatapan tajam dari seorang guru, wartawan, sekaligus penulis idola. Kaget dan sakit hati mendengarnya. Huruf yang saya tata dengan diksi pilihan yang saya susun dengan mengerahkan segala kemampuan seakan tiada arti. Jujur saya shock saat itu. Tak terasa mata berembun. Tiba-tiba serasa ada batu besar menindih rongga dada. Nyesek pol gaes. 

Saya sangat sadar " piyik nembe netes" ini belum punya kemampuan apa-apa. Baru sebatas kemauan yang menggelora.

Patah hati? Jelaslah. Siapa yang tidak merasakan itu saat mendapat respon yang seperti itu. Benar-benar menyakitkan.

Hingga suatu ketika semangat itu muncul saat mendengar lantunan lagu Kla Project bertajuk Hey. 

Nukilan lirik lagu penuh semangat itu kembali menyalakan energi untuk melangkah.

Saya tetap berlatih menulis, menuli lagi, dan menulis terus.

Upaya itu mulai menampakkan buah manisnya. Setahun setelah reformasi Jawa Pos mengadakan lomba menulis puisi reformasi.

Saya  mengikutinya sebagai sarana asah pena dan ingin mendengar penilaian dari orang lain. Dari lima ratusan judul yang masuk,  2 puisi saya dengan tajuk Reformasi vs Repotnasi dan Demokrasi Harus Tuntas, dinyatakan lolos kurasi. Puisi lolos kurasi berkesempatan untuk dibacakan di depan juri di Gedung Graha Pena.

Rasanya begitu luar biasa. Kadya mabur tanpa swiwi. (Seperti terbang tanpa sayap).

Sejak itu mulai tumbuh rasa percaya diri saya untuk menampilkan goresan tangan. Meskipun hanya pada mading sekolah, materi pelajaran, atau acara-acara kecil di sekolah dan keluarga.

Tulisan sederhana yang saya sendiri tak berani memasukkannya dalam genre puisi.

Hingga pada tahun 2017 saya bertemu orang hebat yang sangat luar biasa. Pembaca setia tulisan saya di fb dan selalu memotivasi untuk percaya diri dengan karya kita. 

Dia sering bercanda dengan mengatakan, "Ojok ngomong piyik nembe netes. Lek piyik e sampean, mendahniyo..." ( jangan mengatakan anak burung baru menetas. Jika kamu anak burung, lalu ...)

Hingga akhirnya orang hebat yang sering saya panggil Wong Ayu ini berhasil membawa saya dalam satu komunitas menulis  dengan nama KAMS. Dari komunitas ini saya bisa mengenal komunitas yang lain seperti GBL yang dipandegani Yanda Tirto Adi, Aksara yang dipimpin Mbak Khanis Selasih dan Perruas yang dikomandoi Abang Asrizal Nur.

Bersama komunitas-konunitas hebat itu, saya berkesempatan bertemu orang-orang luar biasa dengan segudang prestasi tetapi tetap lembah manah.

Bersama komunitas hebat saya berkesempatan meraih penghargaan sebagai 3 terbaik lomba cipta puisi  pada event 1000 guru ASEAN menulis puisi tahun 2018.

Dalam acara tersebut mendapat kesempatan untuk membacakan puisi nominasi di Sasono Langen Budoyo TMMI di hadapan Presiden Penyair Indonesia Ayahanda Soetardji Calzoum Bachri.

Sungguh suatu kesempatan yang tidak terlupakan.

Di penghujung tahun 2021 saat melaksanakan diklat CKS saya mengikuti lomba buku puisi tunggal tingkat ASEAN. Keinginan untuk mengenalkan Sidoarjo melalui tulisan mengantarkan saya mengeksplore kota tercinta dan menyajikannya dalam bentuk puisi. 

Kumpuis bertajuk Bumi Jenggala di Persimpangan Waktu menjadi pilihan saya. Cover buku yang menampilkan icon Sidoarjo berupa gambar Candi Pari diantara Peta Sidoarjo dan jam besar yang didominasi warna coklat yang estetis berhasil menarik perhatian dewan juri. Buku kecil ini masuk 15  judul terpilih.

Saya mendapat undangan untuk hadir di acara penganugerahan pemenang yang digelar spektakuler di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki.

Karena bersamaan dengan gelar karya Diklat CKS, saya tidak bisa hadir.

Buku tersebut saya jadikan cindera mata pada saat penutupan Diklat CKS. Berkenan menerima saat itu Bapak Kepala Dinas, Ibu Kabid Mutu GTK, dan seluruh dosen dalam diklat tersebut.

Keesokan harinya saya menyaksikan lewat you tube, bahwa buku tersebut mendapat penghargaan sebagai kumpuis terbaik dalam event tersebut. Alhamdulillahi robbil alamiin.

Berkenan mewakili menerima trophi penghargaan di TIM, Bunda Suhartatik. Terima kasih Bunda.

Kebahagiaan belum usai, tanpa saya duga sebelumnya. Pengurus PGRI Kabupaten Sidoarjo berkenan memberi apresiasi dengan menuliskan tentang saya dan memuatnya di Idea Dwija.

Sungguh pengalaman yang tak terbayangkan dalam benak saya.

Di penghujung 2021 saya juga mengikuti ajang Anugerah Literasi Sidoarjo. Ajang bergengsi ini diikuti oleh beberapa teman hebat di grup ini.

Alhamdulillah saya mendapat apresiasi sebagai peraih ALS terbaik 1 kategori pendidik. Trofhi diserahkan oleh Bapak Bupati Sidoarjo seusai upacara Harjasda di Alun-alun Sidoarjo.

Selanjutnya Bapak Kepala Dinas berkenan mengapresiasi seluruh peraih ALS kategori siswa, pendidik, KS, pengawas dan umum di Aula Dinas pada hari yang sama.

Sungguh pengalaman luar biasa bagi saya.

Sekarang saya masih sering mengikuti kelas menulis, baik daring maupun luring. Hal ini untuk menjaga mood tetap baik.

Sekilas memori saya terbang ke masa tulisan saya dipandang sebelah mata. Ternyata ketika rasa sakit itu bisa dikelola, maka akan menjadi amunisi untuk bergerak maju. Sebaliknya bila tidak, maka akan menjadi alasan untuk tenggelam.

Saat ini saya bersyukur berada di dalam grup luar biasa ini. Grup yang digawangi orang-orang hebat yang menghebatkan. Selalu menjaga suluh untuk tetap setia menebar kebaikan dan manfaat dalam bentuk tulisan.

Terima kasih untuk inspirasi dan motivasi nir letihnya.

Bila saat ini ada yang bertanya, "Bagamaina kabar hatimu kini?" 

Dengan pasti kujawab, "Jiwa ragaku benar-benar bahagia."

Ini sepenggal kisahku. Bagaimana kisah Anda?


Kragan, 15 Mei 2024 (10.25)

Previous Post Next Post