SMPN 2 Wonoayu. Sumber Foto: https://www.instagram.com/p/C0ELVdTybPr/?img_index=2
Oleh: Netti Lastiningsih
Spend-Ayu, jika tanda hubung dihilangkan, maka menjadi Spendayu. Sengaja saya memulai tulisan ini dengan menuliskan akronim dari SMP Negeri 2 Wonoayu. Saya juga menebalkan “ayu” karena memang sekolah ini benar-benar ayu.
Pembaca tahu letak SMP Negeri 2 Wonoayu? Saya yakin dari 20 orang yang diajukan pertanyaan tersebut, hanya satu orang yang akan menjawab, “Ya, saya tahu”. Bisa juga semua menggelengkan kepala. Ini juga yang saya alami ketika pada tanggal 31 Januari 2017 saya diberi amanah sebagai Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Wonoayu. Ketika ada pertanyaan tentang di mana saya diangkat menjadi Kepala Sekolah dan saya menjawab, “Saya ditempatkan di SMP Negeri 2 Wonoayu”, maka sebagian besar yang bertanya memberikan respon, “Oh.., .di Sidoarjo ada SMP Negeri 2 Wonoayu, ya? Di mana letaknya?”. Padahal rekan yang bertanya berdomisili di Sidoarjo.
SMP Negeri 2 Wonoayu terletak di kecamatan Wonoayu, di mana kecamatan ini memiliki lokasi strategis dalam wilayah kabupaten Sidoarjo karena terletak di tengah-tengah kabupaten. Dari segi geografis, SMP Negeri 2 Wonoayu berdekatan dengan sawah dan terletak 50 m dari jalan raya. Hal ini menjadi potensi bagi sekolah karena suasana belajar sangat tenang sehingga dapat mendukung peserta didik untuk dapat belajar dengan baik, termasuk untuk membaca.
Di sisi lain, pada tahun 2015 pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Saya berpikir, ini adalah momentum yang sangat tepat untuk menggerakakan literasi di SMP Negeri 2 Wonoayu, sekaligus mem- branding sekolah agar dikenal masyarakat luas. Apalagi pada saat itu, meskipun regulasi telah berjalan selama dua tahun, masih jarang sekolah yang melakukan gerakan literasi secara masif. Sekolah masih berfokus pada pembiasaan membaca selama 15 menit.
Langkah awal untuk menggerakkan literasi di SMP Negeri 2 Wonoayu adalah membentuk Tim GLS dengan diketuai Ibu Lilik Masruchah, M.Pd., guru Bahasa Inggris yang juga merupakan penggiat literasi di Kabupaten Sidoarjo. Kami melakukan refleksi kondisi awal. Salah satu hasil refleksi adalah data yang menunjukkan bahwa minat baca peserta didik sangat rendah. Dalam seminggu rata-rata kurang dari 70 (8%) peserta didik yang membaca di perpustakaan. Sekolah mengidentifikasi penyebabnya adalah:
(1) Belum ada program GLS;
(2) kondisi perpustakaan yang kurang memadai;
(3) koleksi buku bacaan bermutu yang sangat kurang;
(4) pembiasaan membaca belum terlaksana dengan baik;
(5) lingkungan sekolah belum mendukung; dan
(6) belum ada monitoring dan evaluasi.
Hal yang terlintas dalam pikiran saya dan Tim GLS adalah menarik minat baca dengan menciptakan lingkungan fisik yang kaya oleh suasana literasi. Terinspirasi dari taman baca yang pernah saya kunjungi saat mengikuti Teacher Exchange Program di Korea Selatan pada tahun 2015, sekolah merevitalisasi taman yang kurang terawat menjadi sebuah taman baca.
Taman baca ini diberi nama Spendayu Reading Park, yang merupakan taman baca pertama di SMP Kabupaten Sidoarjo. Taman baca ini mempunyai kelebihan, yaitu tidak hanya berisi buku, tetapi juga dilengkapi dengan rak buku yang terbuat dari pipa paralon dengan lukisan menarik hasil karya peserta didik kelas VII, tempat duduk membaca yang nyaman, dan bebatuan kecil sebagai fasilitas pijat refleksi kaki. Lalu, buku bacaan dari mana?
Oleh karena anggaran yang sangat terbatas, saya mengadakan gerakan “Kotak Donasi Buku”. Dalam waktu seminggu, kami bisa mengumpulkan lebih dari 1.000 buku/majalah yang masih layak. Tidak berapa lama, Spendayu Reading Park 2 menyusul dibangun berkat kerja sama dengan pihak ketiga yang mengapresiasi GLS di SMP Negeri 2 Wonoayu. Spendayu Reading Park 1 dan 2 diresmikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 2 November 2017.
Adanya dua taman baca di SMP Negeri 2 Wonoayu dapat dikatakan menjadi oase di tengah gersangnya minat baca peserta didik. Spendayu Reading Park menjadi daya magnet luar biasa bagi peserta didik untuk membaca buku yang disediakan. Pada pagi hari sebelum jam pertama dimulai, banyak peserta didik menunggu bel masuk sekolah dengan membaca buku di taman baca.
Penggalangan bahan bacaan untuk mengisi taman baca terus dilakukan. Sekolah mengadakan kegiatan donasi buku yang diberi nama “Gerakan Dua Ribu”. Melalui gerakan ini, guru dan tenaga kependidikan menyumbang Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah) untuk membeli satu buku sehingga terhimpun 585 buku. Selain itu, pada Festival Literasi Spendayu, warga sekolah dapat menukarkan kupon doorprize dengan sebuah bahan bacaan. Bahan bacaan yang terkumpul hingga sekitar 920 eksemplar, baik bacaan fiksi maupun non fiksi.
Lingkungan fisik sekolah untuk menunjang GLS tidak hanya berhenti pada Spendayu Reading Park. Perpustakaan sekolah sebagai center kegiatan literasi dibenahi. Koridor sepanjang sekolah juga dibenahi, dibagi menurut rumpun mata pelajaran yang diberi nama “sentra”. Sehingga, di sekolah terdapat sentra bahasa, sentra prakarya, seni dan budaya, sentra agama, sentra sain, sentra ilmu sosial dan kesehatan. Selain itu ada pula pengembangan program SIJAMBU (SIswa pinJAM BUku) dan SAKUSASI (SAtu buKU SAtu SIswa).
Membaca tanpa menulis bagaikan makanan tanpa garam. Kiasan ini menjadi semangat sekolah untuk menghasilkan karya buku. SMP Negeri 2 Wonoayu adalah SMP Negeri di Kabupaten Sidoarjo yang pertama kali memberanikan diri untuk menerbitkan buku dan dijual secara luas. Buku antologi cerpen yang berjudul “Goresan Pena Literasi SMPN 2 Wonoayu” dalam waktu satu bulan berhasil terjual 200 eksemplar. Buku ini tidak hanya dibeli oleh sekolah di kabupaten Sidoarjo, tetapi tersebar hingga ke Maluku, NTB, dan Aceh.
Lalu, bagaimana cara masyarakat luas mengetahui GLS yang dijadikan branding SMP Negeri 2 Wonoayu? Saat itu saya berpikir, harus ada seseorang yang bisa mempromosikan giat kami. Beliau adalah Bapak Dr. Tirto Adi, M.Pd., tokoh literasi Sidoarjo yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Sidoarjo. Setiap sekolah mengadakan kegiatan literasi, beliau kami undang. Pemikiran saya sederhana. Oleh karena beliau sering menjadi narasumber atau memberikan sambutan, beliau pasti akan menceritakan giat literasi ini. Ternyata, benar, beliau benar-benar menjadi "corong" kami secara gratis. Berbagai media massa meliput, SMP Negeri 2 Wonoayu menerima kunjungan studi tiru tentang GLS, dan sekolah menjadi bahan penelitian tentang literasi oleh dosen/mahasiswa.
Nah, sekarang, apakah pembaca setuju bahwa SMP Negeri 2 Wonoayu memang benar-benar ayu?
___
Biodata Penulis: