SAHABATKU SAUDARAKU

 
Oleh: Suharsono

Merantau, sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya olehku. Apalagi merantau jauh hingga ke wilayah timur Indonesia, Timor Timur. Sekarang daerah tersebut lebih dikenal sebagai Timor Leste, sebuah negara baru, yang merdeka setelah proses jejak pendapat pada tahun 1999.

Bukan sebuah kebetulan atau sekedar menuruti kata hati. Aku merantau ke Timor Timur, dalam rangka mengemban tugas negara, sebagaimana tertuang dalam surat tugas yang aku terima langsung di Gedung Cak Durasim, Surabaya tahun 1993. Ditugaskan sebagai guru di salah satu SMP Negeri yang cukup terpencil, di lereng pegunungan. Tepatnya di SMP Negeri 1 Letefoho.

SMP Negeri 1 Letefoho, berada di kecamatan Letefoho, Kabupaten Ermera, Provinsi Timor Timur. Lingkungannya berkontur naik turun, khas daerah pegunungan. Suhu udaranya, wow ... dingin sekali. Lokasinya di ketinggian  ±1000 m dpl. Sesuai namanya lete artinya atas, foho artinya gunung. Jadi Letefoho berarti di atas gunung.

Sebenarnya lokasinya tidak terlalu jauh dari ibukota provinsi, Dili. Berkisar 70-an km. Namun untuk mencapai lokasi tidaklah mudah. Perjalanan menuju lokasi, letefoho, melalui dua etape. Etape pertama dari Dili ke Gleno. Yang ini cukup mudah, jalurnya menanjak dan bisa ditempuh menggunakan mikrolet. Butuh waktu sekitar 45 – 60 menit.

Yang sulit itu dari Gleno menuju ke kecamatan Letefoho. Tidak setiap waktu ada dan seringkali hanya bisa berkendara umum menggunakan transportasi truck muatan barang. Waktu tempuh normal berkisar 1 jam.

Satu jam yang penuh perjuangan dan bikin hati berdebar-debar. Melalui lereng gunung, hutan, perkebunan kopi dan menyeberangi sungai. Jadi ada offroad-nya. He ... Yang lebih mendebarkan lagi adalah jika melewati hutan. Bagaimana jika tiba-tiga di cegat gerombolan pengacau keamanan (GPK).

Waduh  … takut deh …. ! Alhamdulillah tidak pernah kujumpai kejadian yang seperti itu. Kecuali kejadian kecelakan mobil mikrolet masuk ke jurang yang pernah kualami. Kejadian ini sudah pernah kuceritakan di buku pertamaku.

Personel guru dan tenaga kependidikan SMP Negeri 1 Letefoho, tidak banyak. Satu orang kepala sekolah, 11  guru, 3 TU dan 1 penjaga sekaligus petugas kebersihan sekolah. Sementara jumlah siswanya total berkisar 85 siswa. Terbagi dalam tiga jenjang, per jenjang satu kelas. Per kelas terdapat sekitar 25-35 siswa. 

Jumlah siswanya memang tidak banyak, mengingat jumlah penduduknya juga masih belum banyak. Kondisi alamnya  cukup sulit. Rumahnya jauh dari sekolah, jalannya naik turun, berjalan kaki, karena tidak mungkin naik sepeda pancal karena melalui jalan setapak. Jadi sangatlah hebat, ketika mereka mau bersekolah.

Tantangan alam seperti itu tentu juga terjadi dan berpengaruh kepada bapak/ibu gurunya yang kebetulan seluruhnya bukan orang asli Timor Timur. Gurunya kebanyakan dari pulau Jawa, selanjutnya dari Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Sumatra dan Bali. Tantangan utamanya adalah hawa dingin yang terkadang tidak bersahabat, sepi / terpencil dan situasi keamanan yang tidak menentu.

Tantangan yang sangat terasa adalah sulitnya kami dalam mendapatkan air bersih. Makanya kami harus berhemat dan memiliki tempat cadangan air bersih. Terutama untuk memasak dan minum. Juga persiapan air wudhu, khususnya untuk wudhu menjelang shalat isya dan subuh. Tidak mungkin dalam suasana gelap kami harus mencari air ke pancuran yang berlokasi di lereng lembah, jalan setapak naik dan menurun, berkelok-kelok, licin jika hujan dan dibawah rimbunnya pepohonan kopi milik warga.

Merasa sendiri, tak berteman, kesepian adalah satu hal yang tak boleh ada dalam diri dan pikiran saya. Meskipun kenyataannya di awal perjalananku ke SMP Negeri 1 Letefoho aku merasakan hal tersebut. Tetapi alhamdulillah hal itu bisa teratasi. Ternyata aku memiliki teman-teman seperjuangan yang baik-baik. Itulah teman-teman sekolahku. Menerimaku dengan sepenuh hati, memberi banyak info penting dan yang paling penting memberikan semangat untuk siap menjadi seorang pendidik yang baik di SMP Negeri 1 Letefoho.

Sepi itu ternyata terus menghilang seiring perjalanan waktu. Ternyata teman-temanku tidak hanya di lingkungan sekolah-ku. Masih ada teman-teman yang lain. Mereka adalah para senior, ada juga kakak-kakak kelasku saat kuliah di ITS Surabaya, yang telah lebih dulu bertugas di Timtim. Bedanya mereka bertugas di jenjang sekolah yang lebih tinggi, yaitu di SMA Negeri Gleno, Kabupaten Ermera.

Satu kata. Alhamdulillah. Ternyata teman-temanku cukup banyak. Ada pak Suripto, yang ramah dan jago main gitar. Ada pak Maskun yang ahli matematika dan komputer, ada pak Mulyono sang maestro olahraga Volly Ball, mas Roy kakak kelasku yang  bersahabat, dan masih ada lagi yang lain. Mereka adalah guru-guru SMA Negeri Gleno, Kabupaten Ermera.

Mereka tinggal di mess sekolah. Rata-rata mereka sudah lebih dulu berada di Ermera, lebih dari lima tahunan. Ada yang dengan keluarga kecilnya, ada juga yang “membujang”. Keluarga mereka, anak dan istrinya di kampung halaman masing-masing.

Oh ya satu lagi, Suprapto, kakak kelasku satu Tingkat, sewaktu kuliah D3 Matematika ITS. Prapto, panggilannya, bertugas di SMP Negeri Railako. Railako adalah salahsatu kecamatan di kabupaten Ermera, yang berposisi sekitar 30 menit perjalanan, ke arah Dili.

Kesan pertama yang saya rasakan saat bertemu dan bersama mereka adalah sangat ramah. Sangat ‘Welcome’ dengan kehadiran saya.  Masing-masing dari mereka menawari untuk mampir ke mess mereka, di SMA Negeri Gleno, Kabupaten Ermera. Kalau tidak salah, terdapat enam kamar di mess tersebut. Masing-masing dilengkapi ruang depan/teras/tamu, ruang tengah/ruang utama/ruang tidur dan ruang belakang yang terdiri dari dapur dan kamar mandi. Tidak luas, tetapi juga tidak terlalu sempit. Sederhana, bersih dan nyaman.

Berkesempatan bertemu dan bercengkrama dengan mereka adalah hal yang sangat menyenangkan dan selalu aku tunggu-tunggu. Seperti bertemu dengan saudara di kampung halaman. Masak bareng, makan bareng, main bulu tangkis, menghabiskan malam juga bareng-bareng. Biasanya dengan bernyanyi-nyanyi diiringi gitarnya mas Roy dan pak Tirto, atau bermain kartu remi berjapit jemuran bagi yang kalah. Seru .... he ...!!!

Aku biasa bersama mereka pada setiap akhir pekan. Jumat, Sabtu sampai minggu pagi subuh. Jumat dan sabtu aku ijin tidak mengajar dan oleh kurikulum sudah diatur jadwalnya. Jadwalku  kosong. Tentu juga sudah sepersetujuan kepala sekolah. Alasannya adalah agar bisa shalat jumat berjamaah di masjid.

Hanya ada satu masjid di kabupaten Ermera, tepatnya di kawasan Gleno. Sedangkan kendaraan ke gleno tidak selalu ada setiap waktu. Sehari paling hanya 1 kali, dipagi buta. Kendaraan itu adalah truk pengangkut bahan kebutuhan pokok dan ternak. Jadi jika sedang memuat babi, baunya itu loh .... Nggak bahaya ta? Kondisi yang harus siap dihadapi dan dimaklumi.

Kebersamaan dengan teman-teman itu menguatkan dan menumbuh kembangkan karakter saya. Saya merasa sangat dihargai, dan itulah yang membuat aku juga belajar untuk menghargai teman. Tidak boleh egois, tetap jaga sopan santun dan saling mendukung.

Eee .... pak Har …. baru sampai ?  Ayo mampir ke mess saya, minum teh hangat lebih dulu! Pasti melelahkan ya perjalanannya? Suasana seperti itu paling menyenangkan hatiku. Hadirku diterima dengan baik. Sampai sampai aku harus berbagi, dimana nanti malam aku harus menginap. Dan … ternyata memang mereka juga menunggu kehadiranku.

Setiap bertemu kami saling berbagi cerita/pengalaman, berbincang dan bercanda. Rasanya sangat membahagiakan, berbahasa jawa serasa ketemu saudara sendiri dan seolah berada di kampung halaman. Inilah salah satu yang membuat kami untuk sementara tidak memikirkan mutasi ke Jawa. Disamping untuk mutasi memang ya tidak mudah.

Tidak merasa kesepian. Segalanya pasti akan lebih baik jika ada kebersamaan dan saling dukung diantara sesama. Jika ada kesulitan kita bisa berdiskusi dan biasanya mendapatkan solusi terbaiknya. Masa itu, adalah masa belajarku lebih mengenal dan menyikapi kehidupan. Suatu masa yang juga mencerahkan dan mencerdaskan.

Bahwa hidup ini adalah pilihan dan sebuah perjuangan. Entah bagaimana keadaan mereka sekarang. Semoga keberkahan senantiasa menyelimuti kehidupan kami semua dan keluarga dimanapun berada. Terima kasih untuk saudara-saudaraku semua. Terutama untuk saudaraku almarhum pak Maskun dan pak Suripto, yang telah berpulang mendahului kami semua.

Temanku, sahabatku, saudaraku ...

Doaku selalu ...  Semoga kesehatan, kebahagiaan, keselamatan dan keberkahan untuk kalian semua.

Aamiin Yaa Robbal‘alamiin.

 

Biodata Penulis


Suharsono, saat ini bertugas sebagai kepala SMP Negeri 6 Sidoarjo.

Bertugas sebagai guru (PNS) untuk pertama kali, dijalaninya  di Timor Timur, sejak awal tahun 1994 sampai pertengahan tahun 1999. Selanjutnya pasca hasil jejak pendapat di Timor Timur, mulai bulan September 1999, di mutasi ke SMP Negeri 2 Balongbendo. Selanjutnya Mulai Nopember 2017, mendapat tugas baru sebagai kepala sekolah di SMP Negeri 1 Tarik.

Pengalaman bertugas di Timor Timur memiliki arti yang sangat penting dalam perjalanan hidupnya. Disanalah dia lebih bijak dalam menjalani hidup. Tantangan dan kondisi yang ada menyebabkan ia harus banyak belajar tentang bagaimana menjadi diri sendiri, siap dan cerdas menghadapi permasalahan hidup, belajar memahami dan menghargai orang lain, serta belajar memahami bahwa Allah SWT selalu sayang dengan hamba-Nya.

Dibidang literasi, pengalamannya belum banyak. Namun sudah memiliki satu karya buku tentang perjalanan tugas saat menjadi guru di Timor-Timur. berjudul  Jejak Langkah Sang Guru yang terbit pada tahun 2018. Beberapa kali menulis artikel ilmiah populer dan dimuat di majalah Idea Dwija dan Tabloid PENA.

Alamat email : suharsono70@gmail.com

OBRIGADO !

Previous Post Next Post