Writing Experience Fuels my Dedication as Teacher

Oleh: Gosita

   Lulus Perguruan Tinggi awal lepas dari kandang, ya mulai dibebaskan berkelana mencari pekerjaan. Tepatnya tahun 2017 di usia 23 tahun, memperoleh ijazah sarjana adalah suatu kebanggaan yang luar biasa. Pikirku mudah mencari pekerjaan dengan bekal ijazah sarjana, oohh.. ya Gusti rasane ngelus dodo. 

    Tidak  ingin mengkritik negeri konoha, tapi nyatanya banyak lulusan sarjana sulit memperoleh pekerjaan di negeri ini. Tepatnya bulan April tahun 2018, di tengah gelapnya malam yang menyelimuti, merasakan getaran kebahagiaan yang menyala-nyala di lubuk hatiku. Seperti petir yang menyambar, kabar tersebut menggelegar di telinga. Seorang sarjana pengangguran kantong kering diterima sebagai guru sekolah swasta di Sidoarjo, Tamaddun Afkar nama sekolah tersebut.

    Awal menjadi Guru mengingatkan pada peribahasa jawa yang pernah dilontarkan Bu Istianah M.Pd, Guru Basa Jawa di Sekolah SMA lamaku, Beliau mengucapkan "Guru kudu tansah ngayomi, murid tansah nguri-uri." Artinya Guru harus selalu mengayomi, murid harus selalu menghormati. Ya.. Bu Istianah mengucapkan kalimat tersebut dengan wajah  panas membara tersulut emosi. Sekolah SMA.ku adalah sekolah pilihan, tepatnya sekolah swasta pilihan untuk anak pilihan. Jadi tidak menyalahkan jika guru sabar pun bisa menjadi kucing dan tiba-tiba menjadi singa.

    Mbabat Alas itu yang sangat terasa awal menjadi guru di SMP Tamaddun Afkar, sekolah tersebut menjunjung tinggi literasi, sehingga sebagai guru diwajibkan menulis agar diri ini produktif menghasilkan karya. Rata-rata rekan kerja adalah generasi Y, yakni generasi milenial yang semangatnya selalu berkobar, suka mencari pengalaman baru dan lebih akrab dengan teknologi. Akrab dengan teknologi membuat generasi Y malas untuk menciptakan suatu karya, apalagi menulis. Rata – rata usia ini sangat mudah mengadopsi teknologi sehingga membuat generasi Y termasuk Saya apatis pada hal-hal monoton. Benar kata Filsuf dan Ekonom Karl Marx yang pernah muncul di reel Instagram Saya "Orang tidak akan berubah kecuali mereka merasa terpaksa melakukannya, baik oleh keputusan eksternal atau oleh dorongan internal yang kuat." Tepatnya itu tantangan yang terasa menjadi guru di sekolah Tamaddun Afkar dengan basic literat.

  No Problem, dalam hati awal menulis. Ternyata untuk mengukir frasa di Ms.Word saja susah apalagi membentuk klausa untuk menjadi kalimat dan berdiri sebagai pargraf !  Memaksakan diri ini selalu menulis dan menulis. Tahun 2018 bulan November, Sidoarjo mengadakan SIEDEX artinya lembaga pendidikan harus ikut serta kegiatan tersebut dan sebagai guru Bahasa Indonesia diwajibkan mengikuti lomba Esai. Saat itu tulisan Saya mengusung tema generasi Milenial, yang berjudul Me Generation, No Apatis. Senyum bangga ketika itu nama muncul di Jawa Pos nomor 1. Seperti bintang yang bersinar di langit malam, bersiap memancarkan kecerahan, mengenakan pakaian serba resmi, berjalan anggun di atas panggung,  dan  ternyata ditakdirkan  menjadi harapan 2. Meskipun hal sepele, tapi Saya bersyukur dan menyadarkan hal sekecil apapun akan membawa manfaat.

   Singkat cerita tahun 2021, merupakan sebuah kemenangan yang tak tergambarkan, seolah-olah berada di puncak gunung yang menjulang tinggi. Saya adalah seorang ibu yang baru saja melahirkan, namun kini merangkap sebagai ASN. Seperti seorang dewi yang mengendalikan dua dunia berbeda, melihat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Perjalanan  menuju  pelantikan ini bukanlah tanpa rintangan. Bagai berenang melawan arus deras, berjuang melawan kelelahan pasca-melahirkan dan merawat putra yang masih rapuh. Belajar untuk menari di atas tali tipis antara pekerjaan dan peran sebagai ibu, tampak seperti seorang pesulap yang lihai, mampu mengelola waktu dengan akrobatik yang luar biasa.

    Ada amanat yang harus  Saya laksanakan ketika menjadi guru dalam pendidikan paradigma baru saat ini. Ki Hajar Dewantara, tepatnya bapak pendidikan Indonesia menekankan pentingnya pengembangan karakter dan nilai-nilai dalam pendidikan. Artinya sebagai Guru Saya harus dapat membantu siswa dalam membangun kepribadian yang berintegritas, bertanggung jawab, dan mampu berkontribusi positif dalam masyarakat. Bukankah begitu ? guru tidak melulu soal materi !

            Dalam praktiknya di SMP Negeri 1 Wonoayu, sebagai guru dan wali kelas Saya mengajak siswa-siswi untuk membuat pohon literasi dan pohon harapan secara gotong royong untuk menciptkan kelas harmonis. Membiasakan siswa-siswi menulis diari atau pentigraf membantu mereka mengasah keterampilan menulis. Dengan berlatih menulis setiap minggu, dapat meningkatkan kemampuan dalam mengungkapkan ide, membangun kalimat, serta mengorganisir pikiran secara tertulis. Tidak hanya itu saja, menulis diari memungkinkan untuk mampu merefleksikan pengalaman, perasaan, dan pemikiran. Dengan merefleksikan diri melalui tulisan mampu mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri, memperkuat keterampilan introspeksi, dan membangun kesadaran diri yang lebih baik.

      Manusia hidup pasti memiliki masalah, Saya meyakni bahwa mengukir teks di buku diari dapat menjadi wadah yang aman untuk mengekspresikan emosi, pengalaman, dan perasaan. Menulis mengenai peristiwa atau pengalaman yang signifikan dapat membantu mengurangi stres, memproses emosi, dan memperkuat keterampilan pengelolaan emosi. Mengukir teks di buku diari mampu menggali pemahaman yang lebih dalam tentang siapa diri ini, apa yang diharapkan, dan apa yang dinilai. Hal ini dapat membantu Saya dan rekan sejawat sebagai guru membangun tujuan, nilai-nilai, dan identitas yang lebih jelas, serta membantu mereka mengarahkan pertumbuhan pribadi mereka.

    Dengan kebiasaan menulis buku diari, SMP Negeri 1 Wonoayu telah memiliki banyak karya. Sangat berharap bahwa di bulan Juni ini SMP Negeri 1 Wonoayu akan menghasilkan antologi yang memiliki makna luar biasa sehingga merangsang minat siswa terhadap literasi. Diharapkan pula membaca antologi karya guru dan siswa SMP Negeri 1 Wonoayu dapat memperkuat apresiasi siswa terhadap keindahan bahasa, narasi, dan ekspresi artistik dalam karya tulis. Hal ini dapat membantu mereka mengembangkan penghargaan terhadap seni dan sastra sebagai bentuk ekspresi manusia yang berharga. 

    Dalam perjalanan ini, Saya belajar bahwa dukungan adalah kunci utama. Keluarga dan orang-orang terdekat adalah sahabat sejati yang memberikan kekuatan, mereka adalah pelita yang menerangi jalan. Semoga Allah selalu memberkahi program baik yang berjalan di seluruh sekolah Nusantara ini. Terima kasih untuk Bapak Ibu guruku yang telah menjadi tauladan bagiku.


Biodata Penulis:

Gosita Ifantias M, S.Pd.

SMP Negeri 1 Wonoayu

Previous Post Next Post