Bocah Kecil di Bawah Monumen Jayandaru

Oleh: SOEGIARTO(SMAN 2 SIDOARJO)

Selepas adzan Isya yang berkumandang di Masjid Agung Sidoarjo, nampak bocah usia delapan tahunan yang penuh koreng di tubuhnya , sendirian  ia berjalan lunglai menyeberangi jalan dari Alun-alun ke Traffic Light. Begitu lampu merah menyala ia segera menghampiri satu persatu pengguna jalan baik yang bersepeda motor maupun mobil yang berhenti di perempatan jalan sekitar Alun-alun Sidoarjo.

Sambil bertepuk tangan ia mencoba bernyanyi lirih dan menadahkan tanggannya sekedar untuk mendapat uang receh buat membeli makan dan minum. Beberapa saat kemudian lampu Traffic Light berganti warna hijau. Wus…4 mobil dan 6 sepeda motor meninggalkan lokasi itu. Tak satupun pengendara yang ia hampiri memberi uang receh. Si bocah pun dengan pucat kembali berdiri di bawah lampu Traffic Light menunggu lampu berganti warna merah lagi. Ia coba bersabar atas kecuekan pengendara yang ia hampiri.

Lampu merah pun mulai menyala, si bocah pun segera menghampiri satu persatu pengguna jalan  yang berhenti di perempatan jalan. Sambil bertepuk tangan ia mencoba bernyanyi lirih sekedar untuk mendapat uang receh dari pengendara yang ia hampiri. Sampai beberapa kali langkah itu ia lakukan hingga sekitar pukul se[uluh malam tak satupun uang keeping recehan ia dapatkan.

Si bocah dengan langkah gontai menuju Monumen Jayanndaru yang megah dan kokoh  dihiasi lampu yang terang, ia mencoba berdiri setegap monument itu sekedar menghibur diri dan mencoba mengerti satu persatu  huruf yang ada di monumen itu.Namun sayang ia hanya bisa melihat huruf itu saja  dan  tidak tahu apa maksudnya.Maklum si bocah tidak pernah menikmati bangku di sekolah.

Sejak umur lima tahun diculik dari rumahnya oleh seseorang dan dibawa ke alun-alun Sidoarjo yang jauh dari rumahnya. Ia dipaksa mengemis di perempatan jalan, recehan hasil mengemis semuanya harus diberikan kepadanya..Ia hanya diberi beberapa receh untuk membeli jajan . Setelah itu si penculik  pergi, sebelum pergi si penculik mengancam agar si bocah tidak boleh meninggalkan kawasan Alun-alun.

Malam hari si bocah harus tidur di alun-alun, esok paginya harus setor uang hasil meminta- minta.  Jika setoran uang receh bahkan tidak ada uang yang ia  setorkan ia harus rela mendapat hukuman dai si penculik.Menginjak usia tujuh tahun si penculik sudah tidak pernah datang untuk memalaknya hingga kini. Ia besyukur sudah tidak ada lagi yang menghukumnya.

Sekitar pukul dua belas malam, si bocahpun menuju ke titik sudut alun- alun  dimana setiap hari tempat itu dijadikannya sebagai spring bed untuk tidur di malam hari dengan perut yang lapar. Dan ia sudah puas menghibur diri setelah menikmati megahnya Monumen Jayandaru dan melihat huruf –hurufnya meski tidakbisa membaca dan mengerti maksudnya.

Beberapa saat ia sudah terlelap idur diselimuti embun dari tiupan angin semilir di alun-alun Sidoarjo. Adzan subuh membangunkan si bocah dari mimpinya. Ia menuju masjid Agung sekedar mencuci muka. Dan iapun mulai menjalani hidupnya tanpa di damping kedua orang tua maupun saudaranya yang jauh darinya.

Ia mencoba meminta-minta orang yang ia hampiri, namun hanya geleng kepala ia  dapatkan.Menjelang adzan Dhuhur tak satupun uang receh ia dapatkan. Sementara perutnya lapar. Ia kembali ke lahan parkir dekat masjid Agung Sidoarjo.Sekedar untuk meneguk air siap minum dari kran air yang disediakan PDAM Sidoarjo. Dengan meneguk air, si bocah mencoba menghibur perutnya yang lapar. Saking tak tahan lapar, ia pun mengais tempat sampah mencari sisa-sisa makanan yang bisa dimakan.Entah sampai kapan ia mampu bertahan hidup dengan kondisi  yang ia hadapi. Kepada siapa ia ingin mengeluhkan hidupnya. Semoga suatu saat ia menemukan jalan hidup yang lebih baik.Aamiin

 

Bluru Kidul, Sabtu 22 Juni 2024 pukul 02.30 WIB

Previous Post Next Post