Selepas adzan Isya yang berkumandang di Masjid Agung Sidoarjo, nampak bocah usia delapan tahunan yang penuh koreng di tubuhnya , sendirian ia berjalan lunglai menyeberangi jalan dari Alun-alun ke Traffic Light. Begitu lampu merah menyala ia segera menghampiri satu persatu pengguna jalan baik yang bersepeda motor maupun mobil yang berhenti di perempatan jalan sekitar Alun-alun Sidoarjo.
Sambil bertepuk tangan ia mencoba bernyanyi lirih dan menadahkan
tanggannya sekedar untuk mendapat uang receh buat membeli makan dan minum.
Beberapa saat kemudian lampu Traffic Light berganti warna hijau. Wus…4 mobil dan
6 sepeda motor meninggalkan lokasi itu. Tak satupun pengendara yang ia hampiri
memberi uang receh. Si bocah pun dengan pucat kembali berdiri di bawah lampu
Traffic Light menunggu lampu berganti warna merah lagi. Ia coba bersabar atas
kecuekan pengendara yang ia hampiri.
Lampu merah pun mulai menyala, si bocah pun segera menghampiri satu
persatu pengguna jalan yang berhenti di
perempatan jalan. Sambil bertepuk tangan ia mencoba bernyanyi lirih sekedar
untuk mendapat uang receh dari pengendara yang ia hampiri. Sampai beberapa kali
langkah itu ia lakukan hingga sekitar pukul se[uluh malam tak satupun uang
keeping recehan ia dapatkan.
Si bocah dengan langkah gontai menuju Monumen Jayanndaru yang megah
dan kokoh dihiasi lampu yang terang, ia
mencoba berdiri setegap monument itu sekedar menghibur diri dan mencoba mengerti
satu persatu huruf yang ada di monumen
itu.Namun sayang ia hanya bisa melihat huruf itu saja dan tidak tahu apa maksudnya.Maklum si bocah tidak
pernah menikmati bangku di sekolah.
Sejak umur lima tahun diculik dari rumahnya oleh seseorang dan
dibawa ke alun-alun Sidoarjo yang jauh dari rumahnya. Ia dipaksa mengemis di
perempatan jalan, recehan hasil mengemis semuanya harus diberikan kepadanya..Ia
hanya diberi beberapa receh untuk membeli jajan . Setelah itu si penculik pergi, sebelum pergi si penculik mengancam
agar si bocah tidak boleh meninggalkan kawasan Alun-alun.
Malam hari si bocah harus tidur di alun-alun, esok paginya harus
setor uang hasil meminta- minta. Jika
setoran uang receh bahkan tidak ada uang yang ia setorkan ia harus rela mendapat hukuman dai
si penculik.Menginjak usia tujuh tahun si penculik sudah tidak pernah datang
untuk memalaknya hingga kini. Ia besyukur sudah tidak ada lagi yang
menghukumnya.
Sekitar pukul dua belas malam, si bocahpun menuju ke titik sudut
alun- alun dimana setiap hari tempat itu
dijadikannya sebagai spring bed untuk
tidur di malam hari dengan perut yang lapar. Dan ia sudah puas menghibur diri
setelah menikmati megahnya Monumen Jayandaru dan melihat huruf –hurufnya meski
tidakbisa membaca dan mengerti maksudnya.
Beberapa saat ia sudah terlelap idur diselimuti embun dari tiupan
angin semilir di alun-alun Sidoarjo. Adzan subuh membangunkan si bocah dari
mimpinya. Ia menuju masjid Agung sekedar mencuci muka. Dan iapun mulai
menjalani hidupnya tanpa di damping kedua orang tua maupun saudaranya yang jauh
darinya.
Ia mencoba meminta-minta orang yang ia hampiri, namun hanya geleng
kepala ia dapatkan.Menjelang adzan
Dhuhur tak satupun uang receh ia dapatkan. Sementara perutnya lapar. Ia kembali
ke lahan parkir dekat masjid Agung Sidoarjo.Sekedar untuk meneguk air siap
minum dari kran air yang disediakan PDAM Sidoarjo. Dengan meneguk air, si bocah
mencoba menghibur perutnya yang lapar. Saking tak tahan lapar, ia pun mengais
tempat sampah mencari sisa-sisa makanan yang bisa dimakan.Entah sampai kapan ia
mampu bertahan hidup dengan kondisi yang
ia hadapi. Kepada siapa ia ingin mengeluhkan hidupnya. Semoga suatu saat ia
menemukan jalan hidup yang lebih baik.Aamiin
Bluru Kidul, Sabtu 22 Juni 2024 pukul 02.30 WIB