Konsistensi Menjadi Guru Penulis (2)

Oleh: Heri Yudianto, S.T., M.Pd., Gr

Membahas mengenai konsistensi menjadi guru penulis bisa menjadi multitafsir. Pertama, bisa ditafsirkan berprofesi utama menjadi guru dan penulis sebagai profesi tambahan. Kedua, ditafsirkan berprofesi utama menjadi penulis dan guru sebagai profesi tambahan. 

Merujuk kedua penafsiran ini sebenarnya keduanya merupakan profesi yang sama-sama bermanfaat. Menurut Ki Hajar Dewantara, guru harus mampu berperan sebagai among atau pembimbing, penasehat, pendidik, pengajar, pemberi motivasi, rendah hati, penuntun, tegas dan terhormat. 

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2017 tentang sistem perbukuan, definisi penulis adalah setiap orang yang menulis Naskah Buku untuk diterbitkan dalam bentuk Buku. Maka berdasarkan hal ini dapat disimpulkan menjadi guru dan penulis tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu usaha, niat dan tetes keringat dan air mata untuk mewujudkannya. 

Sekedar mengingat kembali beberapa tahun yang lalu. Tepatnya tahun 2015. Pada saat itu saya giat mengikuti berbagai pelatihan menulis. Mulai dari menulis opini, menulis cerpen, hingga menulis buku. Alhamdulillah setelah menyusun tulisan dalam beberapa buku antologi, akhirnya terbit buku pertama saya. Ada beberapa hal yang perlu saya bagikan untuk menjaga konsistensi menulis terutama Anda yang berprofesi sebagai guru. Berikut ini beberapa tips untuk menjaga konsistensi menulis.

Ajeg Membaca

Membaca merupakan amunisi dalam menulis. Senada dengan hal ini, Stephen King pernah berwasiat: "Membaca adalah pusat yang tidak bisa dihindari oleh seorang penulis." Ya, betul sekali membaca merupakan pusat dari aktivitas seorang penulis. Seorang penulis harus terbiasa membaca minimal satu buku dalam satu bulan. Setelah membaca pasti akan terbuka wawasan untuk menulis. 

Memang benar membaca merupakan jendela dunia. Melalui bacaan terutama buku-buku mengenai traveling maka akan membuat pembacanya seolah-olah berkeliling dunia. Maka pemilihan genre bacaan yang akan dibaca akan berpengaruh pada genre tulisan. 

Membaca jika diibaratkan seperti meminum air maka menulis sama halnya dengan buang air kecil. Karena logikanya jika tubuh sehat maka setelah minum air akan bereaksi untuk buang air kecil.  Sama hanya jika penulis dalam kondisi yang fit maka setelah membaca maka akan bereaksi untuk menulis. 

Menanamkan Keikhlasan

Tanamkan rasa ikhlas untuk menulis tanpa terlalu banyak berharap akan balasan yang diterima. Saat awal-awal menulis, memang akan sulit untuk menanamkan keikhlasan menulis. Namun seiring waktu berjalan maka akan terbiasa untuk mengikhlaskan tulisan kita dibaca orang tanpa ada honor yang diterima.

Ajeg Menulis

Ya, menulis saat ini begitu mudahnya. Bahkan suara bisa diubah dalam sekejap mata menjadi tulisan melalui bantuan aplikasi di ponsel. Berbeda halnya dengan zaman dahulu, menulis begitu sulit. Harus mencari kertas dan tinta maka aktivitas menulis bisa berjalan. 

Bahkan sebelum kertas dan tinta ditemukan, aktivitas menulis sangat sulit karena media menulis berupa tulang, kulit bahkan batu. Ya, biasakan menulis setiap hari. Tentunya bukan menulis balasan atau komentar di media sosial. Namun menulis artikel atau tulisan pendek. 

Saya teringat quotes dari Fatimah Mernissi: 

“Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit Anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaat yang luar biasa.” 

Ya, saya sependapat dengan kata-kata mutiara ini. Saya sudah merasakan manfaatnya. Melalui rajin dan ajeg menulis setiap hari, maka otak kita akan terlatih untuk berpikir. Sehingga aliran darah akan dipasok dengan lancar ke otak. Maka, jaringan kulit akan ikut ternutrisi dengan baik juga. Alhasil kulit akan segar dan tidak perlu skincare yang mahal. Tentunya lebih hemat biaya bukan?

Jadi demikian beberapa tips yang saya bagikan semoga bisa membantu dalam meningkatkan dan menjaga konsistensi menulis dari para pembaca yang budiman.

Previous Post Next Post