Wayang Kulit Purwa, Tontonan dan Tuntunan? (2)

Sumber gambar: https://adjar.grid.id


Oleh: Marsiman

Waktu sudah menunjukkan pukul 20.55. Pagelaran wayang kulit di halaman kecamatan hampir memasuki Jejeran. Gamelan sampak mulai mengalun pelan dan waranggono mulai melantunkan gendhing tembang Pangkur :

          Mingkar mingkure angkara

          Akarana karenan mardi siwi

          Sinawung resmining kidung

          Kang sinuba sinukarta

         Mrih ketarta

         Pakartining ilmu Luhung

          Kang tumrap neng tanah Jawa

         Agama ageming aji

Jika diartikan dalam Bahasa Indonesia kurang lebih :

         Menghindarkan diri dari tindak angkara

          Bila akan mendidik anak

          Dikemas dalam keindahan syair

          Dihias agar tampak indah

         Agar tujuan ilmu luhur itu tercapai

         Yang berlaku di tanah Jawa

          Agama menjadi pegangan para pemimpin

Tembang ini  bersumber dari Serat Wredhatama, salah satu karya agung pujangga KGPAA Mangkunegara IV yang mengajarkan falsafah hidup, nasehat, cara mendidik dan berinteraksi dengan manusia, bagaimana menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur.

Makna tembangbini khususnya bagi dunia pendidikan adalah untuk menjadi guru yang baik haruslah berwatak sabar, berbudi luhur, dan berbudaya tinggi. Hal ini lantaran ilmu akan lebih mudah difahami jika kita mampu menyampaikannya dengan tutur kata yang baik, indah, dan menarik.

Demikian juga untuk menjadi pemimpin pun harus begitu, memegang teguh ajaran agama dalam menjalani kehidupannya dalam memimpin bangsa sehingga menjadikaan kepemimpinannya membawa keselamatan, keberkahan, kebahagiaan bersama.

Bagaimana dengan kita ketika mendidik anak-anak dan menjalankan kepemimpinan di tempat kita jika disandingkan dengan kandungan tembang pangkur menjelang dimulainya Jejeran Wayang kulit purwa? (bersambung)

Previous Post Next Post