Sumber gambar: https://adjar.grid.id
Waktu sudah menunjukkan pukul 20.55. Pagelaran wayang kulit di halaman kecamatan hampir memasuki Jejeran. Gamelan sampak mulai mengalun pelan dan waranggono mulai melantunkan gendhing tembang Pangkur :
Mingkar mingkure angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Kang sinuba sinukarta
Mrih ketarta
Pakartining ilmu Luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa
Agama ageming aji
Jika
diartikan dalam Bahasa Indonesia kurang lebih :
Menghindarkan diri dari tindak angkara
Bila akan mendidik anak
Dikemas dalam keindahan syair
Dihias agar tampak indah
Agar tujuan ilmu luhur itu tercapai
Yang berlaku di tanah Jawa
Agama menjadi pegangan para pemimpin
Tembang ini bersumber dari Serat Wredhatama, salah satu
karya agung pujangga KGPAA Mangkunegara IV yang mengajarkan falsafah hidup,
nasehat, cara mendidik dan berinteraksi dengan manusia, bagaimana menjadi
pribadi yang berbudi pekerti luhur.
Makna tembangbini khususnya bagi
dunia pendidikan adalah untuk menjadi guru yang baik haruslah berwatak sabar,
berbudi luhur, dan berbudaya tinggi. Hal ini lantaran ilmu akan lebih mudah
difahami jika kita mampu menyampaikannya dengan tutur kata yang baik, indah,
dan menarik.
Demikian juga untuk menjadi pemimpin
pun harus begitu, memegang teguh ajaran agama dalam menjalani kehidupannya
dalam memimpin bangsa sehingga menjadikaan kepemimpinannya membawa keselamatan,
keberkahan, kebahagiaan bersama.
Bagaimana dengan kita ketika mendidik
anak-anak dan menjalankan kepemimpinan di tempat kita jika disandingkan dengan
kandungan tembang pangkur menjelang dimulainya Jejeran Wayang kulit purwa?
(bersambung)