Sumber gambar: https://faktualnews.co/2020/08/22/menengok-museum-kreweng-situs-kadipaten-terung-di-sidoarjo/230060/
Oleh: Srindaningsih
Merawat budaya
memang perlu biaya. Melestarikan budaya itu perlu konsistensi dan kolaborasi
banyak pihak. Sayangnya sedikit sekali pemerhati budaya atau kearifan lokal
yang perduli dengan kekayaan budaya. Sedih sekali, ketika cagar budaya lenyap
dari bumi kita Indonesia.
Sebulan yang lalu
penulis sedih sekali karena salah satu kearifan lokal Sidoarjo hilang begitu
saja tanpa bekas. Kearifan lokal yang musnah itu adalah Museum Kereweng yang
terletak di daerah Terung Wetan. Mengapa penulis bisa tahu bahwa Museum
Kereweng itu sudah tidak ada?
Penulis
berkolaborasi untuk menulis buku bahasa Inggris kelas 9 yang berjudul Wonderful Insight. Buku ini memiliki tujuan mulia yaitu
mengangkat kearifan lokal untuk pembelajaran sehingga para pelajar kita yang
mulai tidak mengenal budaya sendiri akan mulai memahami dan kenal kearifan
lokal dimana mereka tinggal atau dimana mereka dilahirkan.
Buku wonderful Insight ini kami tulis dengan
mengangkat kearifan lokal 8 bab, dimana
setiap babnya mengangkat 2 wahana.
1. Chapter 1, Sidoarjo Heroism :- Sarip Tambak Oso
-Kyai Khasan Mukmin and his daughter
2. Chapter 2,
Sidoarjo Princess : - Dewi Sekardadu
-
Terung Princess
3.
Chapter 3, Wonderful Places : - Lusi Beach
- Kereweng Museum
4.
Chapter 4, Traditional Snack : -
Onde-Onde Mbak Bawon
- Klepon Bulang
5.
Chapter 5, Nice Textile From Sidoarjo :
- Batik Jetis
- Batik kenanga
6.
Chapter 6, Knight Dances : -
Reog Cemandi Dance
- Remo Dance
7.
Chapter 7, Sidoarjo Special Dance : - Udang Windu Dance
- Jayandaru Dance
8.
Chapter 8, Sidoarjo Tourism : - Lumpur Mud
- Kalanganyar
-
Puspa Lebo
- Jayandru Monument
Untuk menulis buku bahasa Inggris kelas
9 yang berjudul Wonderful Insight
English, penulis berkolaborasi dengan Waka Kurikulum SMPN 2 Sukodono
bernama Sutri Winurati, SS, MPd. Kami berbagi Chapter , penulis menuliskan Chapter
3, 4, 5, 6, sedangkan Ibu Sutri yang menulis chapter 1, 2, 7, 8 .
Penulisan buku bahasa Inggris dengan
tema kearifan lokal kota Sidoarjo merupakan program kerja sama antara Dinas
Pemdidikan Sidoarjo dengan Penerbit Mayor Erlangga. Kami semua bangga atas
kebijaksanaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Sidoarjo yang dipimpin Bapak
kita terhormat, Dr. Ng. Tirto Adi, MP, MPd mengembangkan
literasi secara masif. Penulisan buku bahasa Inggris untuk pembelajaran siswa
SMP/MTS se Sidoarjo merupakan literasi budaya
dan kewargaan .Selain itu pelajaran bahasa Inggris, juga belajar kearifan
lokal asli Sidoarjo sehingga bisa mengenal dengan baik budaya Sidoarjo. Tidak hanya itu, menulis buku ini
berati telah melakukan atau mengalami literasi baca-tulis.
Pengalaman penulis dalam penulisan buku
ini, sungguh luar biasa. Kami berdua selalu berkomunikasi selama proses
penulisannya. Penulis mengambil kearifan lokal Sidoarjo, di bab 3 adalah Pantai
Lusi dan Musium kereweng . Kereweng-kereweng itu merupakan peninggalan kerjaan
Majapahit di abad 14 sehingga judul yang diberikan adalah Kereweng Majapahit. Sebelum menuliskan dua naskah ini (Pulau
Lusi dan Kereweng Majapahit), penulis banyak membaca baik bacaan offline maupun online. Selain membaca, penulis juga
melakukan riset secara langsung ke lokasi.
Muatan lokal atau kearifan lokal yang
ditulis oleh penulis pada buku wonderful
Insight English ada 8 macam yaitu Pantai Lusi, Museum Kereweng, Onde-Onde
Mbak Bawon, Klepon Bulang, Batik Jetis,
Batik Kenongo, Reog Cemandi, Remo Munali Fattah. Proses penulisan pada dasarnya
sama yaitu dimulai dengan membaca, melakukan riset secara langsung ke lokasi,
bisa juga melalui wawancara langsung kepada pelaku budaya tersebut. Tidak ada
seorang penulis pun yang tanpa memulai dengan membaca dahulu. Membaca itu
penting bagi siapa saja, segala profesi butuh membaca untuk meluaskan pandangan.
Tanpa membaca, tidak berkembang dan tidak ada kemajuan sama sekali. Sebaliknya
jika kita menginginkan perkembangan baru dan kemajuan terhadap diri sendiri
maka membacalah setiap hari.
Pada tulisan ini penulis membahas
tentang pengalaman menulis khusus pada kearifan lokal Kereweng Majapahit.
Sebelum menulis diawali melakukan riset dan observasi ke lokasi Musium
Kereweng. Seharian mencari lokasi baru ketemu. Bertemunya prosesnya panjang,
kami menggunakan google map masih
kesulitan karena kami juga tidak tahu alamatnya, hanya mengetikan desa Terung Wetan. Kami menggunakan
metode lain yaitu bertanya pada penduduk sekitar, banyak yang tidak tahu
menahu. Terbesit ide untuk bertanya di kelurahan Terung Wetan. Apa yang
terjadi? Kami harus menunggu kantor kelurahan buka, kami datang terlalu pagi
yaitu pukul 07.00 WIB. Alhamdulillah ketemu
pegawai kelurahan yang paling rajin, datang terpagi dan masih muda bernama Mas
Andri yang sangat baik memandu kami untuk ke lokasi Musium Kereweng.
Penulis bersedih hati, ketika ketemu
Musium Kereweng. Benda-benda peninggalan kerajaan Majapahit ada di Musium
Kereweng, sangat menyedihkan. Hanya di taruh di hamparan tanahrikan
terbengkalai. Musium Kereweng ini tanpa atap dan tanpa dinding. Hati penulis
bertanya-tanya, mengapa pemerhati budaya tidak turun tangan? Mengapa
pakar-pakar sejarah kurang perduli? Mengapa pemerintah setempat tidak mendanai
situs sejarah itu? Bagaimana cara melestarikannya?
Dinamakan Musium Kereweng karena benda-benda yang disimpan di Musium Kereweng berisi
pecahan-pecahan gerabah atau
alat-alat dapur atau alat rumah tangga di zaman kerajaan Majapahit. Ada pecahan
cangkir, anglo, lepek, genting, dll.
Bagaimana penampilan Musium Kereweng? Barang-barang peninggalan tersebut hanya
disandarkan pada pepohonan besar-besar yang tumbuh di lahan tersebut dan di
letakan pada pohon-pohon bambu yang tumbuh di lahan tersebut.
Hasil riset dan observasi di lokasi
tersebut sebagian saya unggah di Instagram penulis @srindaningsih.
Kereweng ini kurang perawatan. Tidak ada dana perawatan, karena Musium ini berada di lahan pribadi, yang mengelola juga orang pribadi. Untuk berkunjung ke Musium ini masih gratis tanpa tiket masuk. Semua masih bersifat sukarela. Keadaan yang demikian dari Musium Kereweng membuat penulis mengunggah fotonya pada aku instagram penulis dan menghimbau perintah daerah dan pemerhati cagar budaya untuk ikut berpartisipasi dalam pelestarian Musium Kereweng yang penulis lebih suka menyebutnya Kereweng Majapahit.
Penulis berharap dari unggahan tersebut, ada perhatian dari pemerintahan dan pemerhati cagar budaya untuk melakukan tindakan memuliakan peninggalan Majapahit di desa Terung Wetan. Penulis ingin menunjukan cinta terhadap cagar budaya peninggalan Majapahit abad 14 yang masih tersisa hingga saat ini dengan membuat fim pendek dengn judul Menghimpun Kereweng Majapahit. Film pendek tentang Musium Kereweng tersebut memenangkan anugerah Video Terunik pada lomba Cerita Desaku yang diadakan oleh Dinas pendidikan 2021, bidang kebudayaan yang saat itu dipimpin oleh Ibu Kartini.
Penulis berusaha menunjukan cinta
terhadap Musium Kereweng peninggalan Majapahit itu, tidak sekadar mengunggahnya
di Instagram, membuat karya kreatif film pendeknya, kemudian ketika penulis
terpilih menjadi penulis buku bahasa Inggris yang berbasis kearifan lokal tidak
lupa mengangkat kembali Kereweng Majapahit menjadi salah satu tema pembelajaran
kelas 9 yang atas karunia bakal terbit dalam waktu dekat ini. Buku wonderful Insight English merupakan
kerja sama dari Penerbit Erlangga dan Dinas Pendidikan Sidoarjo.
Ketika tulisan buku Wonderful Insight English yang bukan sekadar bermuatan lokal
Sidoarjo tapi berbasis Kurikulum Merdeka juga. Kordinator penulis buku bahasa
Inggris tersebut, yaitu Amaliah, SS, MPd yang saat ini telah menjadi kepala
SMPN 3 Porong menghubungi penulis untuk mendapatkan foto dari riset langsung ke
lokasi. Penulis saat itu sedang perjalanan ke Bali tidak bisa membantu sehingga
Ibu Amaliah berangkat ke lokasi Musium Kereweng tersebut. Penulis heran mengapa
tidak ketemu? Lokasi tersebut sebenarnya satu unit dengan kuburan Putri Tondo
Wurung. Ibu Amaliah sudah bertemu kuburan Putri Adipati yang hidup di zaman
Majapahit, herannya tidak ketemu dengan Musium Kereweng. Beberapa Minggu
kemudian pihat Erlangga turun kelapangan untuk mencari dimana lokasi Musium
Kereweng. Dalam hal ini diwakili oleh Mas Hakim. Sebelum berangkat Mas Hakim
telah menghubungi penulis untuk mendapat informasi yang akurat karena kali
pertama Ibu Amaliah belum menemukan. Hasil dari investigasi Penerbit Erlangga,
Mas Hakim bahwa cagar budaya Kereweng
Majapahit telah musnah.
Laporan Mas Hakim dari Erlangga pada tanggal 4 Juni 2024 bahwa Musium Kereweng sudah hilang. Penulis baru yakin jika Kereweng Majapahit sudah musnah. Cagar budaya dari peninggalan Majapahit sudh lenyap, alangkah sedihnya penulis.
Bagaimana dengan foto Musium Kereweng
yang diminta oleh Penerbit Erlangga dari kantor pusat Jakarta untuk melengkapi
tulisan karya penulis?
Tindakan selanjutnya bagaimana? Setelah
kami kehilangan bukti otentik dari hasil tulisan Kereweng Majapahit.
Inilah dampak negatif yang terjadi
apabila cagar budaya tidak dilindungi oleh pemerintah atau lembaga-lembaga yang
berkaitan degan ini. Harta kekayaan budaya kita yang hilang. Bagaimana kita
bisa jadi bangsa yang besar jika tidak menghargai warisan budaya sendiri?
Jawabannya ada pada hati kita masing-masing. Penulis hanya bisa menangis dalam
hati oleh berita dari Penerbit Eerlangga yang diwakili oleh Mas Hakim.
Pagi ini, penulis menurunkan tulisan ini
tidak tinggal diam mengenai Kereweng
Majapahit ini. Penulis menghubungi salah satu perangkat desa Terung Wetan
yang penulis kenal.
Hasil perbincangan dengan Mas Andri,
ternyata Bapak penggagas dari Kereweng Majapahit yaitu Bapak Mulyono dan Mas
Chandra tidak bisa membiayangi perawatan Musium Kereweng dengan uang pribadi.
Temuan lain bahwa lahan yang digunakan
sebagai Musium Kereweng adalah tanah pribadi dan oleh pemiliknya dibangun
rumah, meskipun tidak semuanya jadi bangunan. Pemilik tanah masih bersedia
meminjamkan lahannya untuk Musium Kereweng. Pemilik hanya bissa sekadar
meminjamkan lahannya, lebih dari itu
keberatan.
Perangat desa Terung Wetan sedang
mencari donasi untuk menghidupkan kembali Musium Kereweng. Menurut keterangan
Mas Andri, sebenarnya barang-barang peninggalan Majapahit berupa kereweng,
pecahan gerabah, batu bata, dll masih
ada. Untuk saat ini pemerintah desa Terung Wetan menunggu uluran masyarakat
luas untuk mengembalikan berdirinya kembali Musium Kereweng , seperti yang
disebutkan penulis sebagai Kereweng
Majapahit.