NYADRAN

Sumber gambar:https://www.jatimhariini.co.id/seni-budaya/8828037797/melihat-tradisi-nyadran-di-balongdowo-sidoarjo-budaya-turun-temurun-yang-masih-lestari-begini-sejarahnya

 Oleh : Supriyanto

(SMPN 2 Tanggulangin)

 Secara geografis letak Sidoarjo berbatasan dengan Surabaya di sebelah utara, disebelah timur ada selat madura lalu di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Mojokerto dan sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Pasuruan.

Dahulu, konon Sidoarjo merupakan pusat Kerajaan Jenggala namun perlu dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan Kerajaan itu dan juga merupakan bekas dari Kadipaten terung yang merupakan wilayah bawahan Kerajaan majapahit di era majapahit akhir. Dahulu pada masa kolonialisme nama Sidoarjo masih Sidokare.

Sebenarnya banyak Sejarah Sidoarjo yang perlu diobservasi namun pada kesempatan kali ini fokus kita observasi kearifan lokal yang ada di Sidoarjo. Banyak kearifan lokal dari Sidoarjo salah satunya lelang bandeng, nyadran, ruwatan desa dan masih banyak lagi kearifan lokal yang sampai sekarang masih dilestarikan.

Warga Balongdowo sibuk menata perangkat audio di atas perahu nelayan yang ukurannya lumayan besar, dengan teliti merangkai perangkat audio yang begitu banyak setelah dirangkai beberapa jam akhirnya perangkat audio itu terangkai dan mulai di tes suaranya. Dentuman suara musik menggema dari atas perahu warga yang bersiap disungai Balongdowo.

Wah, lagi ada kegiatan apa ya? Kegiatan ini merupakan budaya khas dari masyarakat Balongdowo yaitu nyadran, tradisi ini dilakukan sebagai bentuk syukur masyarakat yang mayoritas nelayan kupang. Sebenarnya tradisi nyadran ini sudah ada sejak jaman Hindu-Budha yang disebut dengan Srada yang dilakukan hanya untuk menghormati arwah raja atau arwah orang suci.

Namun sekarang nyadran sudah berubah yang merupakan wujud Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan dan karunia rezeki dari hasil laut yang berlimpah. Iring-iringan perahu nelayan yang membawa sound besar saling bersahutan seperti battle sound yang tak pernah ada hentinya. Selama perjalanan banyak Masyarakat yang antusias untuk melihat iring-iringan perahu yang melaju beriringan yang akan menuju makam dewi Sekardadu.

Setelah sampai di makan Dewi Sekardadu tumpeng-tumpeng yang dibawa warga di turunkan lalu dikumpulkan jadi satu kemudian prosesi dimulai dengan pembukaan doa dan dilanjutkan dengan tahlil setelah selesai lalu dilanjutkan dengan berbagi makanan dan makan bersama.

 

Previous Post Next Post