Oleh: Marsiman
(Penggemar
Wayang Kulit)
Bagi penggemar wayang kulit,
tampilan tembang Pucung merupakan salah satu tampilan yang sangat ditunggu.
Saatnya ketika Limbukan ( Limbuk Cangik) atau Gara-Gara. Saat tembang
dilantukan biasanya diiringi dengan syahdunya gamelan yang terdengar mendayu-dayu.
Tembang Pucung itu antara lain :
“Semar
iku
Pamonge
satriya agung
Trahing
witaradya
Tut
Wuri Pan Handayani
Datan
kewran sariringreh saniskara”
( Semar itu,
Pengasuhnya satria agung
Keturunan Witaradya
Mendukung dari belakang selalu
menguatkan
Tak pernah kesulitan terhadap segala
perkara hidup)
“Ngelmu
Iku
Lelakone
kanti laku
Lekasing
lawan kas
Tegese
kas nyantosasi
Setya
budya pangekesing durangkara”
Ilmu itu
Bisanya bermanfaat jika
diamalkan/dijalani
Niatnya harus dengan tulus ikhlas
Ikhlas itu bisa memberikan kekuatan
Dengan usaha keras bisa menghancurkan
kejahatan
“Bapak
pucung
Dudu watu dudu gunung
Sabamu
ing sendhang
Penclokamu
lambung kiring
Prapteng
wisma si pucung mutah guaya”
Bapak Pucung
Bukan batu bukan gunung
Kebiasaanmu berada di sendang
Tempat bersandarmu lambung kiri
Sampai di rumah si Pucung memuntahkan
airnya
‘‘Bapak
Pucung
Dudu watu dudu gunung
Sangkamu
ing sabrang
Ngon ingone Sang Bupati
Yen
lumampah si Pucuing [embehan grana”
Bapak Pucung
Bukan batu bukan gunung
Asalmu dari negeri seberang
Peliharaannya Sang Bupati
Kalau jalan si Pucung menggerakkan
hidung\
“Bapak
Pucung
Rentang
renteng kaya kalung
Dawa
kaya ula
Pencokamu
wesi miring
Saben
dina si Pucung sabane kutha”
Tembang Pucung
itu banyak berupa teka-teki tebak-tebakan ( bedhekan: jw), yang jawabannya
diminta diketahui sendiri oleh si penembang atau pendengar. Pucung sendiri
merupakan hewan sejenis belalang serangga berwrna kunking keemasan dengan
bercak-bercak- hitam. Filosofinya Setiap makhluk punya peran yang berbeda dalam
kehidupan. Semuanya sudah dikodratkan oleh-NYA. Oleh karena itu yang terbaik
saling mengormati.