URI URI BUDAYA, TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL DESA WONOKASIAN

Sumber gambar: https://www.dictio.id/t/methik-masyarakat-jawa/26826


Oleh: Lilik Masrukhah,S.Pd., M.Pd 

(Kepala SMP Negeri 1 Wonoayu)

                   Melalui kesadaran akan pentingnya melestarikan cagar budaya, masyarakat Sidoarjo diajak untuk terlibat dalam upaya tersebut, Dalam Komunitas GBL ( gerakan budaya literas)  dengan tema tulisan di bulan juli dengan tema sosial Budaya dan pelestarian kearifan lokal sidoarjo dan sekitarnya. Melalui cerita tutur juga bisa melalui penelitian toponimi, masyarakat diharapkan dapat lebih memahami dan menghargai warisan budaya yang ada saat ini. Agar mengetahui sejarah para tokoh leluhur yang sudah berkontribusi besar dalam terbentuknya Pelestarian cagar budaya menjadi tanggung jawab masyarakat yang ada di daerah tersebut. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan mempelajari cerita asal usul setiap desa, kaerifan lokal, adat budaya dan kebiasaan yang menjadi ciri kas sebuah desa, Terutama yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Melaui melibatkan masyarakat dalam cerita tutur, kami yakin di masa depan masyarakat akan lebih mengenal kisah asal-usul tempat tinggal mereka. Tidak jarang, hasil dari sebuah riset tentang toponimi daerah atau kawasan,berawal dari hal kecil, seperti cerita tutur sesepuh dari mulut kemulut.

          Kegiatan diskusi juga melakukan dokumentasi terhadap Objek Cagar Budaya (ODCB) maupun Cagar Budaya (CB) di Sidoarjo, perlu dilakukan untuk pelestarian cagar budaya, sebagai  upaya jangka panjang yang memerlukan kerjasama semua pihak. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan melibatkan mereka dalam proses penggalian data dan dokumentasi, warisan budaya di Sidoarjo dapat terus dilestarikan. Dengan demikian, masyarakat dapat mewariskan pengetahuan tentang asal-usul setiap desa, budaya , adat serta kearifan lokal untuk  memperkaya literasi budaya serta sejarah di setiap sudut Sidoarjo dengan Tujuan sederhana  Agar tetap bisa dijaga. Karena ODCB ataupun CB adalah data primer yang harus kita rawat bersama,

                 Melalui GBL, kita bisa mengabadikan cerita dan data budaya sebagai dokumen pengetahuan tentang budaya dan sejarah untuk  memperkaya di setiap sudut desa. Cerita rakyat yang seringkali didengar oleh masyarakat pada setiap kawasan desa dapat menjadi sebuah petunjuk bagaimana peradaban di wilayah tersebut terbentuk. Hal ini pula yang melatar belakangi tu;isan terkait uri uri budaya, tradisi dan kearifan local didesa wonokasian sebagai kampung halaman penulis.

MBOK RONDO KASIAN

         Berdasarkan Cerita turun temurun masyarakat desa wonokasian. Bahwa seorang leluhur pendiri desa wonokasian bernama mbah gondo wijoyo, yang memiliki seorang putra yang mengawini seorang istri yang bernama ning kadarwati. Beliau seorang yang disegani karena kesaktianya. Disaat ning kadar wati menjadi janda, dan memiliki ayam jago yang terkenal sangat sakti, menerima tantangan dari pemimpin desa tetangga. Dari sinilah cerita terkait tentang mbok rondo kasian dan ayamnya yang berbulu 7 warna dimulai. Cerita rakyat ini  dapat menjadi sebuah petunjuk,bagaimana peradaban dan budaya di wilayah tersebut terbentuk.

         Konon pada zaman dahulu ,  hiduplah mbok rondo kasian yang merupakan, janda dari putra leluhur  (babat alas) desa wonokasian. Suatu waktu mbok rondo kasian melaksanakan aduan ayam yang merupakan adat sebagian besar masyarakat setempat pada zamannya. Sebagai pemimpin desa mbok rondo mendapatkan tantangan dari petinggi desa terung kulon dan desa urangagung. Maka  ketiga petinggi desa tersebut melaksanakan adu sambung ayam, tentu saja ayam mereka bukan ayam sembarangan. Ditengah pelaksanaan sambung ayam ini terjadi kecurangan oleh kedua lawan mbok rondo kasian, sehingga ayam mbok rondoh bisa terkalahkan. ,emgetahui hal tersebut ayahanda mbok rondo kasian (mbah gondo wijoyo) mensabda palu menjadi seekor ayam, sehingga pada sambung ayam berikutnya , ayam ini tidak terkalahkan dan terjadi perseteruan diantara ketiganya. Dari mulut mbok rondo ini keluar sumpah serapa bahwa sampai kapanpun anak turunnya tidak boleh berhubungan dalam bidang apapun dengan anak turun desa katerungan kulon dan desa urangagung.

           Saat ini ayam keturunan mbok rondo kasian dengan berbulu 7 warna masih kerap ada didesa wonokasian. Penulis pernah menyaksikan sendiri ayam tetangga selama 2 hari 2 malam belum bisa mati meski telah disembeli dengan sempurna. Setelah sesepuh desa memahami hal ini maka disebutkan bahwa ini merupakan salah satu ayam keturunan dari ayam aduan

MAKAM KUNO BERNISAN BATU KARANG DI WONOKASIAN

           Beberapa bulan lalu kita mendengar cerita viral terkait ditemukanya sebuah makam auliyah anak cucu dari sunan Giri. Makam aulia ini berada di tengah-tengah Tempat Pemakaman Umum (TPU) Islam RT 04 RW 02 Desa Wonokasian yang merupakan aset milik desa setempat.

                   Joko Selamet Raharjo, sebagai Ketua Tanfidziyah NU Ranting Wonokasian,  mengakui penemuan itu bermula adanya keberadaan tumpukan bata kuno dan batu andesit di makam itu. Kemudian semakin banyaknya orang yang secara spiritual merasakan magnet (daya tarik) kemuliaan hingga diteruskan dengan penelitian dan kajian kepada para ahlinya. Jika di runtut sejak awal ,Memang sudah banyak ulama mengatakan yang mereka rasakan kalau di Desa Wonokasian ini seperti pernah ditinggali auliyah besar. Itu menurut penerawangan mereka

Joko menguraikan penjelasan silsilah dan sejarah ini bertujuan untuk melestarikan paham tentang para wali dan ulama yang telah wafat. Apalagi makam tokoh yang berkiprah penting dalam dakwah di suatu wilayah.

                  Adanya isyarat ini terus dilakukan berbagai  ikhtiar untuk menentukan kebenarannya. Sebagai contoh melakukan konsultasi dan memberitahukan ke sejumlah kiai dan ulama hingga ahli sejarah Islami Nusantara dengan spiritualnya, alhamdulillah akhirnya terungkap semuanya. Bahkan semua meyakini kebenaran makam itu dari keturunan Sunan Giri.

Setelah mengalami kejadian mistis dan mendapat saran dari sejumlah tokoh ulama, sekolompok warga NU MWC Wonoayu mengikhtiarkan makam itu. Setelah beberapa bulan ditemukan hingga mendapat kepastian dari beberapa ulama kemarin itu.

            Makam batu nisan ini terbuat dari batu karang dan posisi makam tidak menghadap kiblat seperti makam umum lainnya, tetapi justru serong dari kiblat, sebagaimana fakta yang ditemukan  salah satu anggota tim yang menyelidiki kebenaran dan kevalidan info ini.

            Berdasarkan observasi yang dilakukan Warga Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur menyatakan menemukan makam kuno bernisan batu karang di Pemakaman umum Desa Wonokasian, Kecamatan Wonoayu. Selain penemuan makam yang dipastikan Aulia ini, sebelumnya sudah ada keberadaan sejumlah tumpukan batu bata kuno berukuran 35x25 senti meter di area makam. Di makam tersebut juga di temukan sebaran Batu bata besar bekas bangunan kuno yang kemungkinan dialih fungsikan menjadi Nisan.

            Setelah melalui sejumlah proses penelitian oleh ahli arkeologi, spiritual hingga kajian beberapa bulan lamanya, satu makam tua berukuran jauh lebih panjang dari makam pada umumnya itu diyakini sebagai makam Mbah Raden Muhammad Hamzah atau Pangeran Wanasrama Karesian yang tak lain cucu Sunan Ampel sekaligus cucu Sunan Giri.

 

RITUAL KELEMAN ( METIK PADI  )

                Desa Wonokasian masih memiliki beberapa tradisi terkait, kehidupan sosialnya sebagai seorang petani. Sebagian besar dari penduduk adalah bertani padi. Sehingga adat keleman (Metik padi dengan ani ani ) yang ada disebagian besar desa di kabupaten sidoarjo juga ada di desa wonokasian, Motif-motif dalam pelaksanaan Ritual Keleman atau Metik juga masih dilakukan oleh para petani padi di Desa Wonokasian, Kecamatan Wonoayu, kabupaten Sidoarjo. Disimpulkan bahwa motif yang mendorong para petani Desa Wonokasian dalam pelaksanaan Ritual Keleman dan Metik ada beberapa alasan motif yang melatarbelakangi petani Desa Wonokasian tetap melaksanakan Ritual Keleman dan Metik pada masa tanam padi dan musim panen padi tiba karena adanya kepercayaan yang kuat pada masyarakat petani Desa Wonokasian terhadap cerita mitos Dewi Sri yang dianggap sebagai Dewi Padi dan juga sebagai Dewi Kesuburan yang berperan sebagai penjaga tanaman pertanian dari marabahaya hama tanaman dan penyakit tanaman. Oleh karena kepercayaan yang kuat terhadap cerita mitos Dewi Sri tersebut masyarakat petani Desa Wonokasian tetap melaksanakan Ritual Keleman dan Metik di tengah era zaman modern seperti saat ini. Selanjutnya, adanya kepercayaan terhadap cerita mitos tentang dewi ini dipengaruhi oleh ajaran agama Hindu-Budha dimana dalam ajaran agama ini terdapat ajaran mempercaya keberadaan Dewa/Dewi dan sebagai rasa menghargai keberadaan Dewa/Dewi ini maka diadakan sebuah ritual pemujaan, salah satu aktualisasi ritual yang dilakukan adalah Ritual Keleman dan Metik yang dilakukan oleh masyarakat petani Desa Wonokasian. Sehingga salah satu yang melatarbelakangi adanya pelaksanaan Ritual Keleman dan Metik dalam proses tanam padi dan musim panen padi di Desa Wonokasian adalah karena adanya tradisi dari pengaruh ajaran agama Hindu-Budha

                  Ritual Keleman saat musim tanam padi dan Ritual Metik ketika musim panen padi oleh masyarakat petani Desa Wonokasian adalah wujud menghargai kebudayaan warisan leluhur/nenek moyang. Dalam hal ini mengingat Ritual Keleman dan Metik merupakan kebudayaan peninggalan leluhur/nenek moyang yang telah dilakukan serta dipercayai sejak zaman dahulu, sehingga wujud tanggungjawab masyarakat petani Desa Wonokasian sebagai generasi penerus kebudayaan peninggalan leluhur,masyarakat petani Desa Wonokasian tetap melaksanakan prosesi Ritual Keleman setiap musim tanam padi dan Ritual Metik ketika musim panen padi. Adanya ritual ini Dengan harapan untuk memperoleh hasil panen yang melimpah. masyarakat petani Desa Wonokasian percaya bahwa tanaman padi yang ditanam akan senantiasa terhindar dari serangan hama tanaman dan penyakit tanaman oleh penjagaan Dewi Sri (Dewi Padi atau Dewi Kesuburan) atau dengan kata lain slametan Keleman yang diadakan oleh masyarakat petani Desa Wonokasian bertujuan semoga tanaman padi yang mereka tanam senantiasa selamat dari berbagai ancaman, sehingga kelak harapan mendapat hasil panen yang melimpah akan tercapai. Slametan yang dilakukan juga merupakan wujud terimakasih yang ditujukan dengan berbagai prosesi salah satunya dengan membagikan sebagian makanan yang ada pada saat slametan kepada para tetangga sebagai tanda seserahan sedekah untuk membagikan sedikit kebahagian yang telah diterima atas hasil panen yang telah dilakukan.

         Tradisi yang telah dilakukan oleh generasi ke generasi tersebut memiliki kepercayaan yang kuat atas kekuatan ghaib terhadap keberadaan ruh Dewi Sri yang dipercaya sebagai Dewi Padi sehingga, prosesi persembahan yang dilakukan layaknya slametan tersebut tak luput dari bentuk menunjukkan rasa terima kasih kepada Dewi Sri dengan berbagai sandingan yang telah diberikan pada saat prosesi slametan dilakukan. Rasa terima kasih yang dibacakan secara bersama-sama ketika prosesi Ritual Keleman dan Metik, sedangkan rasa terima kasih kepada ruh Dewi Sri dutunjukkan dengan menyediakan berbagai sandingan yang telah dipersiapkan untuk pemujaan Dewi Sri, tak lupa juga memberikan sebagian hantaran kepada para tetangga sebagi wujud rasa terima kasih kepada sesama manusia agar senantiasa hidup rukun dan makmur.

 


    BIODATA PENULIS                                                           

                                


Ibu Lilik Masrukhah,M.Pd , Kepala  SMP NEGERI 1 Wonoayu, Sejak tahun 2022,  Lulusan S2 UNISMA MALANG.  Penulis 33 judul buku ber ISBN, dan ada  kurang lebih 100 Artikel di koran, Majalah , juga jurnal. Th 2013 dan 2015 FINALIS SIMPOSIUM NASIONAL

Th 2016  dan 2018 FINALIS INOBEL NASIONAL, THE BEST ARTICLE UMGETA, Juara 2 LKG, juara 2 OPINI GURU. Th 2017 GUPRES Kab.Sidoarjo. Th 2018 Finalis GUPRES PROP JATIM ,2022 Juara III LITERASI Award kab.Sidoarjo,2023 Penghargaan SBG Penulis terbaik dari MEDIA JATIM, Pengajar PRAKTEK Angkt 4 , KS PSP angkatan 1. BERGEMA KS tahun 2024.

 

 

Previous Post Next Post