Rabu, 19 Februari 2025 lalu menjadi salah satu hari penting di antara waktu-waktu mengajar saya. Ketika itu, saya mengajar pelajaran IPAS di kelas 3. Kali ini materi pembahasan perbedaan kehidupan sosial masyarakat desa dan kota.
Kala itu, di buku IPAS kelas 3 mengungkapkan bahwa masyarakat desa punya kebiasaan baik. Salah satunya yaitu menyapa tetangga saat bertemu. Sehingga semua warga terbiasa melakukan saling sapa di antara mereka.
Saat menjelaskan materi itulah, saya teringat ketika dulu membaca sebuah artikel yang membahas bahwa kebaikan yang dilakukan akan kembali pada pelakunya. Kemudian, tulisan itu saya tampilkan dalam ukuran besar di layar LCD.
Dengan sedikit mempraktikkan ilmu story telling, saya memulai bercerita dengan serius tapi tetap santai. Anak-anak pun mendengarkan cerita itu dengan penuh perhatian. Isi ceritanya kurang lebih seperti ini:
------
_Ketika Sapaan Menyelamatkan Nyawa_
By : Haris Abu Muthiah
Satu waktu, seorang Ibu bertanya kepada saya, "Pak Haris, apakah kalau saya berbuat kebaikan kepada orang tua atau orang lain akan kembali ke saya"?.
Saya jawab, saya berharap Anda tidak menyesal melakukan sebuah kebaikan kepada siapapun, karena setiap kebaikan selalu punya cara unik untuk kembali kepada pemberi kebaikan.
Alkisah, seorang karyawati yang bekerja di sebuah pabrik yang memroduksi makanan beku. Setiap hari, sebelum pulang ia bertugas menghitung jumlah stok barang yang tersisa di gudang. Tentu saja gudang itu bukan sembarang gudang, melainkan sebuah freezer raksasa.
Hari itu, saat masih berada di dalam gudang, rekannya yang terburu-buru pulang tak sempat mengecek secara teliti dan langsung mengunci gudang, tanpa melihat bahwa ia masih berada di dalam.
Begitu sadar terkunci, wanita ini segera berlari menuju pintu, menggedor–gedor dan memanggil-manggil. Sayangnya, tak ada satu pun orang yang mendengarnya. Meski tahu, bahwa sudah jam pulang dan kemungkinan besar seluruh rekannya sudah tak ada di sekitar gudang, wanita ini tak mau putus asa. Ia terus berteriak-teriak hingga suaranya serak, menggedor-gedor hingga tangannya sakit.
Namun, setelah berlalu beberapa jam, ia semakin kedinginan dan kelaparan. Tenaganya pun tak lagi tersisa banyak. Bahkan tubuhnya sudah hampir membeku, bibirnya membiru, dan rambutnya sudah tertutup bunga es. Akhirnya, dia pun tak sadarkan diri.
Tepat saat itulah, seseorang datang membuka pintu dan menyelamatkannya. Sosok penolong itu ternyata adalah satpam pabrik tersebut. Ia segera dibawa ke pos satpam, diberi minuman hangat dari mesin pemanas air.
Setelah kondisinya membaik, ia mengucapkan banyak terima kasih, namun juga merasa heran bagaimana sang Satpam mengetahui bahwa ia masih berada di gudang penyimpanan.
Salah satu satpam senior itu berkata, kau sudah menolong dirimu sendiri, Nak!
Ternyata, adalah kebiasaan wanita ini setiap datang dan pulang bekerja ia akan menyapa Satpam yang bekerja di Pos jaga.
“Selamat pagi, Pak!”
“Pulang dulu ya, Pak! Sampai ketemu besok.”
Bagi satpam yang telah bekerja selama delapan tahun di pabrik tersebut, wanita itu adalah satu-satunya orang yang meluangkan waktu untuk menyapanya. Karenanya, hari itu sang satpam merasa ada yang kurang. Pasalnya, jam pulang sudah berlalu lama, namun ia belum mendengar suara ramah yang biasanya menyapa. Maka, satpam itu memutuskan untuk mengecek sekali lagi seluruh ruangan di dalam pabrik.
Begitulah ia akhirnya menemukan wanita itu dalam keadaan pingsan di gudang makanan. Siapa yang menyangka, kebiasaan kecil semacam menyapa, ramah dan tersenyum tulus, bisa menyelamatkan nyawa wanita itu.
Nah, sahabatku, apa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah ini? Kisah ini menyadarkan kita bahwa, tak ada kebaikan yang sia–sia, bahkan jika itu adalah hal sepele dan semudah senyuman juga satu kalimat ramah.
Begitulah kebaikan sahabatku, ia akan selalu diingat, dan ia juga akan selalu kembali, dengan cara yang tak pernah disangka-sangka.
Bahwa setiap menabur kebaikan, sejatinya kita sedang menabung kebaikan untuk diri kita sendiri.
Maha benar firman Allah SWT, "Inna ahsantum ahsantum lianfusikum, wa in asa’tum falahaa..."
Artinya, “Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat keburukan berarti keburukan itu bagi dirimu sendiri...” (Al-Isra’ : 7
-----
Setelah selesai bercerita, seperti biasa saya mengajak anak-anak berdiskusi dan bertanya, "Pelajaran apa lagi yang bisa kalian ambil dari cerita ini?"
Mulailah jawaban yang beragam saling bersautan. Makin seru dengan jawaban anak-anak yang luar biasa saat berargumen. Saat sedang berdiskusi agak lama karena banyaknya yang ingin menyampaikan pendapatnya. Tiba-tiba, ada salah satu anak angkat tangan dan berkata, "Pak, kita kan sekarang sedang belajar IPAS. Kenapa tidak dilanjutkan materinya? Keburu habis waktunya,"
Setelah itu, saya menjelaskan. "Pertanyaanmu bagus, Nak. Diskusi ini juga dinamakan bagian dari proses belajar. Kita belajar tidak melulu belajar ilmu pengetahuan semata, yang kemudian tidak bisa kita amalkan,"
"Namun, hari ini kita belajar ilmu yang jauh lebih penting. Apa itu? Yaitu belajar adab. Adab saat berbicara, bertemu orang lain maupun adab-adab lainnya. Para ulama seperti Imam Syafi'i telah mempraktikkan dan memprioritaskan belajar adab sebelum belajar ilmu,"
"Maka, belajarlah seperti mereka, ulama-ulama hebat dan beradab. Karena itulah, hari ini pun kita perlu belajar adab. Belajar tatkala bertemu dan berbicara dengan orang lain. Belajar tentang ilmu kehidupan yang jauh lebih penting. Ilmu yang nanti kalian pakai dalam kehidupan bermasyarakat,"
"Belajar untuk menjadi orang yang ramah dan menyenangkan ketika bertemu siapa pun. Agar kalian punya banyak teman dan menjadi pribadi yang asyik dan menyenangkan saat bergaul dengan siapa pun. Ini juga bagian dari belajar, kan?"
Sontak, kompak mereka menjawab, "Iya Pak. Betuuul."
Setelah usai memfasilitasi siswa berdiskusi dengan asyik, kemudian belajar pun kami lanjutkan hingga jam pelajaran berakhir. Nampak di raut wajah mereka gembira setelah belajar saat itu. Mereka pun mengatakan siap akan mempraktikkan ilmu adab yang telah mereka pelajari hari ini.
Mengakhiri tulisan ini, mari berefleksi bersama. Sudahkah kita terus istikamah belajar dan mengajarkan adab pada anak-anak kita? Agar kelak, mereka menjadi pribadi yang baik nan memesona. Menjadi siswa beradab dengan bekal ilmu dan akhlak mulianya. Semangat!
*) Abdullah Makhrus, adalah Seorang trainer, penulis, sekaligus guru SD Muhammadiyah 1 Pucanganom Sidoarjo. Saat ini mendapatkan amanah tambahan menjadi Ketua Gerakan Budaya Literasi (GBL) Sidoarjo.